Karya Imam al-Ghazali ini merupakan satu di antara sekian ribu buku
tentang menyucikan hati dari berbagai macam penyakit yang tak lekang
oleh zaman. Hati pada hakikatnya adalah akar dari segala kebahagiaan.
Jika hati selalu diserang oleh berbagai macam penyakit, maka kebahagiaan
akan sangat sulit untuk diraih. Di sinilah pentingnya kita melatih hati
agar kebahagiaan hidup yang hakiki bisa kita jumpai.
Hidup
bukanlah hidup jika manusia tidak menemukan kebahagiaan. Sebagaimana
lumrah kita ketahui bahwa bahagia tak lain bersumber dari hati, bukan
pikiran. Jika kebahagiaan dianggap bersumber dari pikiran, itu bukan
kebahagiaan yang hakiki, tapi hanya khayalan yang sangat tinggi. Maka
dari itu, sebuah usaha untuk meraih kebahagiaan yang hakiki, kita harus
bisa melatih hati agar tetap sehat dan terjauh dari segala macam
penyakit (hati).
Ada banyak penyakit hati yang kadang kita tak
merasakannya telah menjadi tunas-tunas hingga berakar kuat dan sulit
ditumbangkan. Misalkan seperti iri/dengki, sombong, khianat,
bohong/dusta, pamer, ‘ujub, dan kikir, serta penyakit-penyakit
lainnya yang bersumber dari hati. Jika hati diserang penyakit-penyakit
demikian, maka kita tidak akan menemukan ketenangan dan kebahagiaan
hidup. Ada beberapa terapi (latihan) mengobati hati dari penyakit
tersebut sebagaimana diulas dalam karya ini.
Salah satu terapi
untuk mengobati hati yang sedang dilanda oleh penyakit-penyakit tersebut
yaitu bersabar (hlm. 4). Sabar memiliki beberapa dimensi; ada sabar
menaati perintah Allah, sabar menjauhi larangan-Nya, sabar menghadapi
musibah, dan sabar atas nikmat yang diberikan oleh Allah kepada hamba
lain. Substansinya, sabar menjadi tonggak terapi obat hati. Jika kita
bisa sabar atas segala hal, sudah dapat dipastikan janji Tuhan tidak
akan pernah melesat. Orang-orang yang sabar akan menemukan kenikmatan
(kebahagiaan) hidup, dan pada gilirannya nikmat yang diberikan kepada
orang lain, juga diberikan kepada kita oleh Allah dengan cara yang adil
berkat kesabaran yang kita tanam.
Akar persoalan hidup
Keberadaan
karakter/tabiat (hidup) manusia ditentukan oleh segumpal daging (hati)
yang ada di dalam tubuhnya. Jika daging itu kotor dan penuh dengan
penyakit, maka akan tercermin melalui pola hidupnya. Dengki, atau tidak
rela jika orang lain menerima nikmat lebih baik dari kita. Orang yang
hatinya ditimpa oleh penyakit dengki, maka berbagai cara akan dilakukan
untuk menghilangkan nikmat yang diberikan oleh Tuhan kepada orang
(hamba)-nya yang lain. Bisa saja orang itu dibunuh atau kenikmatannya
dihilangkan dengan berbagai macam cara.
Dengki sebenarnya hanya
penyakit kecil dan ringan di dalam hati. Tapi, jika dibiarkan, maka akan
menjadi penyakit fisik/badan hingga menjadi dosa besar. Persoalan hidup
selalu timbul dan tumbuh diakibatkan oleh hati. Orang yang hatinya
dengki, maka kegelisahan dan berat pikiran akan selalu menghantuinya.
Masih dalam satu terobosan untuk mengobati dengki, yaitu sabar yang
diwujudkan dengan sifat qana’ah atau menerima apa adanya nikmat yang diberikan oleh Tuhan (hlm. 102).
Dengan
sifat menerima apa adanya, hati akan merasa lega dan tenteram. Kita
tidak boleh mengharapkan apa yang dimiliki oleh orang lain hilang atau
menjadi milik kita dengan cara yang tidak dibenarkan baik secara moral
atau sosial. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda, “Kekayaan bukanlah karena banyaknya harta, tetapi kekayaan jiwa (hati)” (HR. Muslim).
Selain
dengki, penyakit hati yaitu berupa takabbur (sombong/tinggi hati).
Sombong adalah sifat bangga yang berlebihan dari dalam hati seorang
hamba (manusia). Sehingga menganggap orang lain tak sebaik dari dirinya.
Misalkan kita kaya-raya, cerdas/pintar, atau memiliki pangkat tinggi.
Jika kita mensyukurinya, sudah tentu penyakit sombong bisa menjalar ke
dalam hati dan dicerminkan melalui perilaku sehari-hari dengan
menganggap remeh orang lain.
Sombong secara kasat mata tampak
biasa-biasa saja, tapi sebenarnya sangat berbahaya bagi mereka yang
menyadarinya. Sifat sombong bisa berdampak memeras (menganiaya) orang
lain dan suka berbuat sewenang-wenang, serta menyepelekan (menganggap
remeh) orang lain. Biasanya orang sombong ditakuti dan tidak disuka oleh
masyarakat. Obat sombong yaitu bersyukur atas karunia yang diberikan
oleh Tuhan kepada kita (hlm. 140).
Jika kita sebagai manusia
selalu merasa terbebani dalam menjalani roda kehidupan ini, maka
introspeksi diri dalam hati adalah salah satu solusinya (hlm. 238). Kita
harus bisa mendeteksi sedini mungkin keberadaan hati yang ada dalam
tubuh kita masing-masing. Jika ada secuil benih-benih penyakit atau
sudah menumpuk banyak, maka kita harus sesegera mungkin untuk melakukan
pembersihan dan terapi agar kemelut hidup tidak selalu menghantui.
Kehadiran
buku ini akan menjadi pemandu untuk menemukan hakikat kebahagiaan dalam
hidup umat manusia. Kebahagiaan tidak bisa diukur dengan harta
kekayaan, kecerdasan, segala keinginan bisa terpenuhi, dan kesempurnaan
jiwa-raga, tapi kebahagiaan sejati tumbuh dari hati yang bersih dari
segala macam penyakit. Dengan menyelami hati melalui karya ini, kita
akan diajak untuk terapi pengobatan hati secara sempurna agar bisa
menemukan kebahagiaan yang hakiki, baik di dunia hingga akhirat kelak.
Selamat membaca dan menggapai kebahagiaan yang hakiki!
Data buku
Judul : Menyelami Isi Hati
Penulis : Imam al-Ghazali
Penerjemah : Akhmad Siddiq dan A. Rofi’i Dimyati
Editor : Mukhlis Yusuf Arbi dan Muhammad Taufik
Penerbit : Keira Publishing
Cetakan : I, 2014
Tebal : 312 halaman
ISBN : 978-602-1361-13-9
Peresensi : Junaidi Khab, pecinta baca buku, tinggal di Surabaya
Selasa, 03 Maret 2015
Senin, 02 Maret 2015
Meraih Surga dengan Amalan Sunnah
Tujuan diciptakannya manusia dan jin di bumi ini tidak lain adalah untuk beribadah kepada Allah. Manusia wajib beribadah menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ibadah sendiri ada beberapa macam di antaranya wajib atau fardu ‘ain. Ibadah yang seperti ini merupakan sebuah kewajiban bagi tiap-tiap orang untuk melakukannya. Tidak bisa diwakilkan kepada orang lain. Selain wajib, kita juga dianjurkan untuk melaksanakan sunnah. Dimana ibadah-ibadah yang sifatnya sunnah ini sudah disyari’atkan sebagai pelengkap dari ibadah wajib.
Ibadah-ibadah sunnah sangatlah banyak. Di dalam buku yang berjudul “Sunnah-sunnah Harian Berhadiah Surga” ini, penulis mencoba menjelaskan beberapa ibadah-ibadah sunnah yang bersifat harian yakni yang biasa kita kerjakan sehari-hari. Tiap-tiap ibadah sunnah yang ada di dalam buku ini di jelaskan secara rinci dengan tata cara untuk melakukannya.
Penulis juga memaparkan keutamaan-keutamaan yang akan di peroleh dari menjalankan ibadah sunnah ini. Dengan mengetahui keutamaan-keutamaan yang di dapat dari ibadah sunnah. Harapan penulis buku ini, agar kita lebih bersemangat dan termotivasi untuk melakukan ibadah-ibadah sunnah. Sebagai pelengkap dari ibadah-ibadah wajib.
Di dalam buku ini penulis menyajikannya dalam tiga bagian. Bagian pertama penulis mencoba memaparkan tentang shalat sunnah. Bagian ke dua, puasa sunnah dan yang terakhir bagian ke tiga ialah sunnah-sunnah yang lain yang mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat. Sebagai contoh dalam buku ini di halaman 184, “Menjaga Wudhu”. Dijelaskan dalam buku ini bahwa menjaga wudhu merupakan salah satu amalan sunnah. Berwudhu tidak hanya terbatas pada shalat dan membaca Al-Qur’an saja tetapi wudhu dianjurkan pula dalam memulai segala aktivitas kita sehari-hari. Bahkan kita juga dianjurkan untuk menjaga wudhu sepanjang hari.
Buku ini sangat bagus, dari segi isi maupun penyajiannya. Sangat dianjurkan para pembaca muslim khususnya untuk membaca buku ini. Karena buku ini sangat pas dan mudah dipahami oleh semua kalangan. Dan yang ingin lebih mendekatkan diri kepada Allah. Dengan menjalankan sunnah-sunnahnya buku ini sangat cocok untuk menjadi referensi. Apalagi dilengkapi dengan dalil-dalilnya. Semoga buku ini membawa manfaat bagi kita semua. Selamat membaca!
Data buku
Judul buku : Sunnah-sunnah Harian Berhadiah Surga
Penulis : Muhammad Habibillah
Penerbit : Saufa, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, 2015
Tebal : 200 halaman
ISBN : 978-602-255-784-5
Ahmad Lailatus Sibyan, pengajar Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Masjid Az-Zahrotun, Wonocatur, RT 06 RW 24, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta
Menag Nilai Kiai Ali Maksum Ulama yang Dirindukan Umat
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, KH Ali Maksum merupakan
pejuang agama dan kiai yang dihormati dan dirindukan umatnya.
Menurutnya, beliau adalah ulama, pembimbing, penyeimbang, dan guru yang
istiqomah.
Hal ini dikatakan Menag saat memberikan sambutan di depan ribuan jamaah pada acara Haul KH Ali Maksum yang ke 26, di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, Sabtu (28/2) malam. Hadir dalam kesempatan ini, Pengasuh PP Sarang Rembang, KH. Maimun Zubairi, KH Haidar Idris dari Wonosobo, dan Kakanwil Kemenag Provinsi Yogyakarta Masykul Haji.
Ikut mendampingi Menag, Kabag TU Pimpinan Khairul Huda, Staff khusus Menag Ali Zawawi, Kasubdit Santri Dit. Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ahmad Zayadi, serta Kasubdit Ketenagaan DIt. Pendidikan Tinggi Islam Imam Syafei.
Menurut Menag, banyak sifat dan kepribadian KH Ali Maksum yang dapat dijadikan sebagai suri tauladan bagi kehidupan kita, salah satunya adalah bagaimana cara beliau mengajar dan mendidik para santri dengan pendekatan kemanusiaan. “KH Ali Maksum dikenal sangat terbuka, ramah, suka bercanda dengan siapapun, termasuk kepada santrinya,” papar Menag seperti dikutip kemenag.go.id, Ahad.
KH Ali Maksum, lanjut Menag, juga dikenal sebagai seorang guru yang istiqomah mengajarkan kitab kuning, di tengah kesiukannya menjadi muballigh, dosen di IAIN, dan juga sebagai Rais Aam PBNU. Sang kiai adalah sosok yang patut diteladani dalam bentangan sejarah Republik Indonesia.
Selama hidupnya, KH Ali Maksum, kata Menag, dikenal sebagai pemimpin yang memegang dan menyandang predikat tinggi sebagai ulama dan pengamal agama yang mukhlis. Kiai yang tidak menginginkan umat Islam menjadi eksklusif, namun berharap umatnya bersikap terbuka dan inklusif.
“Beliau tidak senang dipanggil kiai, lebih senang dipanggil pak. Ini memperlihatkan beliau tidak hanya sebagai kiai, namun sebagai bapak bagi para santrinya,” jelas Menag.
Dalam rangkaian haul ini, dibacakan juga sejarah singkat (Manaqib) KH Ali Maksum. Manaqib tersebut disampaikan oleh sahabat almarhum, yaitu KH Haidar Idris dari Wonosobo. Menurutnya, ia belajar bersama KH Ali Maksum tentang Thariqoh, bersama bermain bola, dan menonton tinju.
Saat itu, lanjut KH Idris, petinju yang terkenal adalah Muhammad Ali. “KH Ali Maksum juga pengkhutbah terpendek yang sangat menyukai poster penyanyi dan penceramah kondang H Rhoma Irama,” cerita KH Haidar Idris yang disambut tawa jamaah.
Hal ini dikatakan Menag saat memberikan sambutan di depan ribuan jamaah pada acara Haul KH Ali Maksum yang ke 26, di Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta, Sabtu (28/2) malam. Hadir dalam kesempatan ini, Pengasuh PP Sarang Rembang, KH. Maimun Zubairi, KH Haidar Idris dari Wonosobo, dan Kakanwil Kemenag Provinsi Yogyakarta Masykul Haji.
Ikut mendampingi Menag, Kabag TU Pimpinan Khairul Huda, Staff khusus Menag Ali Zawawi, Kasubdit Santri Dit. Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ahmad Zayadi, serta Kasubdit Ketenagaan DIt. Pendidikan Tinggi Islam Imam Syafei.
Menurut Menag, banyak sifat dan kepribadian KH Ali Maksum yang dapat dijadikan sebagai suri tauladan bagi kehidupan kita, salah satunya adalah bagaimana cara beliau mengajar dan mendidik para santri dengan pendekatan kemanusiaan. “KH Ali Maksum dikenal sangat terbuka, ramah, suka bercanda dengan siapapun, termasuk kepada santrinya,” papar Menag seperti dikutip kemenag.go.id, Ahad.
KH Ali Maksum, lanjut Menag, juga dikenal sebagai seorang guru yang istiqomah mengajarkan kitab kuning, di tengah kesiukannya menjadi muballigh, dosen di IAIN, dan juga sebagai Rais Aam PBNU. Sang kiai adalah sosok yang patut diteladani dalam bentangan sejarah Republik Indonesia.
Selama hidupnya, KH Ali Maksum, kata Menag, dikenal sebagai pemimpin yang memegang dan menyandang predikat tinggi sebagai ulama dan pengamal agama yang mukhlis. Kiai yang tidak menginginkan umat Islam menjadi eksklusif, namun berharap umatnya bersikap terbuka dan inklusif.
“Beliau tidak senang dipanggil kiai, lebih senang dipanggil pak. Ini memperlihatkan beliau tidak hanya sebagai kiai, namun sebagai bapak bagi para santrinya,” jelas Menag.
Dalam rangkaian haul ini, dibacakan juga sejarah singkat (Manaqib) KH Ali Maksum. Manaqib tersebut disampaikan oleh sahabat almarhum, yaitu KH Haidar Idris dari Wonosobo. Menurutnya, ia belajar bersama KH Ali Maksum tentang Thariqoh, bersama bermain bola, dan menonton tinju.
Saat itu, lanjut KH Idris, petinju yang terkenal adalah Muhammad Ali. “KH Ali Maksum juga pengkhutbah terpendek yang sangat menyukai poster penyanyi dan penceramah kondang H Rhoma Irama,” cerita KH Haidar Idris yang disambut tawa jamaah.
Langganan:
Postingan (Atom)